Pemkot Pekalongan Dorong Sinergi Program untuk Tekan Angka Stunting

Wakil Wali Kota Pekalongan sekaligus Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), Balgis Diab, saat memimpin Rapat Koordinasi TPPS Tahun 2025 di Ruang Buketan Setda, Senin (27/10/2025)

Kota Pekalongan – Pemerintah Kota Pekalongan terus memperkuat koordinasi lintas sektor dalam upaya percepatan penurunan stunting. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Wali Kota Pekalongan sekaligus Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), Balgis Diab, bahwa penanganan stunting tidak boleh berhenti pada kegiatan seremonial, melainkan perlu langkah konkret dan kolaboratif.

 

 “Kami berharap kegiatan percepatan penurunan stunting ini bukan hanya acara seremonial saja, tapi bisa dimanfaatkan untuk sama-sama berdiskusi karena kita punya waktu dua tahun untuk menyelesaikan ini,” ujarnya.

 

Ia mengajak seluruh jajaran OPD, camat, dan kelurahan untuk bergotong royong menuntaskan persoalan stunting di wilayah masing-masing. Pemkot, lanjutnya, siap memberikan pendampingan, termasuk membuka peluang kerja sama melalui dana CSR dan Baznas untuk mendukung program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING).

 

Menurutnya, data dan program yang selama ini berjalan perlu disinergikan agar lebih efektif. 

 

“Update data stunting bisa dikoordinasikan dengan para camat, dan pemberian PMT bisa disalurkan melalui MBG. Selama ini programnya masih berjalan sendiri-sendiri, padahal MBG juga bisa untuk bumil, busui, dan balita,” jelas Balgis.

 

Sementara itu, Rina Prasetyowati, Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, memaparkan bahwa saat ini terdapat sekitar 1.205 balita atau 7 persen yang berisiko stunting dari total 18.581 sasaran di Kota Pekalongan. “Sebagian besar sudah tertimbang, sekitar 17.250 anak. Tapi masih ada sekitar 10 persen yang belum datang ke posyandu,” ungkapnya.

 

Rina menambahkan, berbagai intervensi telah dilakukan, di antaranya Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil, Rumah Singgah Gizi (RSG) yang memberikan pemeriksaan dokter spesialis anak, konseling psikolog, hingga demo masak, serta kegiatan Saber AKI-AKB dengan pelayanan dokter kandungan dan dokter anak di puskesmas.

 

Selain itu, program skrining anemia bagi remaja putri juga menunjukkan hasil positif. “Tahun 2024 ada sekitar 50 persen remaja putri yang anemia, dan tahun 2025 ini turun jadi 20 persen,” ujarnya.

 

Capaian ASI eksklusif pun meningkat signifikan dari 77,5 persen di tahun 2024 menjadi 90 persen di tahun 2025. Namun, Rina mengakui masih ada tantangan di lapangan, seperti PMT yang dikonsumsi bersama anggota keluarga lain dan balita yang enggan datang ke Rumah Singgah Gizi.

 

Untuk mendorong kemandirian keluarga berisiko stunting, Dinkes juga memberikan bantuan ekonomi, seperti ternak bebek, pupuk, dan alat menjahit bagi keluarga sasaran. “Harapannya, keluarga ini bisa lebih mandiri dan berdaya secara ekonomi,” pungkas Rina.

 

 

Paramudya 


Berikan Pendapat Anda